Senin, 30 Juni 2014

Judul Puisi : Merengek Di Negeri Sengkarut

Penulis Puisi : Luthfi Kenoya
Hadiah untuk Juli, 1, 2014.

Negeri sengkarut berwatak dusta
Tampil berseri kenakkan rupa yang picik,
Politik malah kisahkan perjuangan para sengkuni yang unjuk diri di pentas pandawa dan kurawa.
siapa pandawa dan kurawa, terpisah tipis sperti sombong dan percaya diri.
Rakyat indonesia tdk mungkin bedakan pandawa dan kurawa sebab dalam benih hati rakyat biasanya meluap gemuruh emosi yang tdk terdidik.
Kecuali menyingkirkan sangkuni barulah kita tahu mana pandawa dan kurawa.

Gelanggang untuk bertarung sudah terhampar,
Gong untuk menyerang sudah ditabuh,
Terompet ajudan malah lebih dulu melengkin sejak mei 2014.
Pagelaran siap ditampilkan, kiranya penikmat belum sadar diri mereka terjerumus  hasutan media.

kau boleh sangka aku timses satu kubu, tp dlm hatiku indonesia jauh lebih menyita perhatianku laksana perjuangan Ekalaya dan pernyatan Kennedy yang ku raup mnjadi prinsip bernegara senada dengan sukarno, tak ada yang lebih mencintaiku dibanding TUHAN dan NEGERI ini,
Tuhan siapkan ibu ayah dan istri untukku,
Sedangkan Negeri ini siapakan tanah air dan isinya sekaligus berserta perjuangan yang harus ku lewati.

kita boleh hinakan pandawa atau kurawa, tp setelah muncul pemenang dr mereka tak adalagi penghinaan.
Negarawan sejati menolak, mengkritisi, menghormati, dan berkorban selalu di waktu yang tepat.

Byk orang merasa menjadi arjuna atau duryudana,
Mereka tidak bersimpatik pada ekalaya atau guru drona.
Makin bnyak kata, makin besar emosi yang tertumpuk, ia menderu, mengeras, membatu dan menunggu untuk membuncah.

Lirik ini bukan panji ataupun nasehat,
Bukan risalah ataupun petuah,
Hanya sedang merengek ditengah keramaian PILPRES yang makin kalang kabut.

Catatan Pinggir untuk kawan-kawanku yang berniat membenarkan hati dan mengklarifikasi.


Ini bukan catatan emosi yang keluar tanpa dalil jelas, ini catatan mahasiswa politik yang sedang berijtihad mencari yang benar. Kalaupun ada kekurang silahkan direspon dan mari berdiskusi panjang. Penulis amat senang, hehe adapun “ayah” dimaksudkan kepada pendiri bangsa.

Ayah aku tidak habis pikir bagaimana orang-orang meneriaki Prabowo = Soeharto atau Prabowo Sentralistik gaya kepemimpinannya, kalau itu keluar dari rakyat biasa mungkin masih wajar tapi kalau dari akademisi yang mengetahui UUD dan tahu bahwa negara kita menganut Demokrasi Konstitusional, kiranya sudah jelas bahwa Presiden memliki wewenang sendiri dalam eksekutor dan dia tidak berhak dalam urusan legislasi dan yudikatif. Indonesia negara hukum yang mana presiden memimpin atas dasar hukum, dengan demikian siapapun Presidennya tapi hukum tetaplah sama dan harus ditaati.

Hasil dari beberapa kali debat orang mulai meneriaki Prabowo bodoh karena SDM harus diutamakan dibanding SDA. Wah...wah..wahh aku pikir Ustadzku di kampung pasti juga mikir sama, tapi apakah lantas Prabowo salah dan tidak mikir panjang? Justru disini aku melihat bukti kecerdasan dia. SDM merupakan fokus utama, Prabowo sadar betul makanya dalam visi misinya juga terdapat pendidikan dan peningkatan kualitas guru baik di kota maupun didaerah terpencil, Prabowo-hatta juga bicara bagaimana pelajar di luar Negeri harus kembali ke Indonesia (dalam kesempatan berpidato di luar Negeri Hatta mengajak pelajar negeri kembali dan membangun Indonesia), dan Prabowo menandatangai perjanjian jika mendapat mandat Presiden maka pesawat buatan Indonesia akan didukung penuh Prabowo. Apakah ini bukan meningkatkan SDM? Saya tidak habis pikir bagaimana orang mengategorikan ini buka SDM, lalu permasalahannya kenapa Prabowo selalu bilang “Bocor” atau yang terpenting adalah SDA dulu yang dibenahi? Dalam jargonnya ekonomi kerakyatan?

Semua orang pasti bingung jika ditanya, warga negara yang ideal seperti apa? SDM yang seharusnya kayak gimana? Manusia yang sempurna seperti apa? Orang-orang bingung mendefinisikan akhlak dan moral, selalu bingung apalagi harus menyelaraskannya. Kini Prabowo-hatta tahu kalau mental, moral dan etika harus dibenahi lewat pendidikan, lalu pendidikan kalau kita analisis bukan akar permasalahan karena di duania matrealis para guru butuh asupan untuk membiayai keluarganya sebelum mengajari orang, kita tidak bisa mengajari mereka untuk sok idealis tapi negara harus menjami gajih guru. Bagaimana kita mau membuat pendidikan merata kalau gajih guru tidak merata, dan membuat banyak guru bermimpi untuk mengajajar di kota karena mendapat banyak keuntungan. Lalu, bagaimana caranya? Maka ekonomi harus dibenahi, systemnya ekonomi harus direka ulang dan perekonomian harus meningkat dan dapat di rasakan oleh rakyat. Dan hari ini kebocoran yang sangat besar adalah masalh utama yang jauh lebih nampak dan bisa di ukur, karena akar masalah tidak boleh absurd (misalnya akar masalahnya akhlak atau moral, waduh emangnya akhlak yang bener siape? Moral yang bagus gimane? Kan gak jelas) makanya kebocoran ini harus ditutupi sehingga keuangan Indonesia meningkat yang nanti dapat dialokasikan terhadap pendidikan dan perkembangan kualitas rakyat. Cerdas bukan?ini cara berpikir maju dan dalam, tidka hanya menyelesaikan masalah dan membuat masalah baru.

Oh yah ada yang bilang kalau kita fokus pertanian dan SDA itu seperti penjajah, owlah analisis dan tuduhan miring macam apalagi ini. Darimana bisa memanfaatkan SDA yang kemudian dialokasikan bagi kecerdasan dan kesejahteraan sekaligus perkembangan teknologi dibilang ciri-ciri penjajah, mungkin orang itu yang terlalu takut dirinya di jajah karena pemikirannya pendek.

Kemudian kasus pelanggaran HAM atas penghilangan aktivis, ya ampun masalah ini muncul terus, apa orang sudah bingung nyari cara jatuhin Prabowo sehingga memungut kasus basi dari tong sampah? Ya Allah, sehina itukah orang-orang untuk menjatuhkan Capres no 1? Baiklah sudah tanggung akan aku bahas disini, kenapa ku bilang kasusu ini sudah selesai dan basi, : 


  • (1) Kepres 62/1998 sebagai tindak lanjut atas Surat Menhankam/Pangab No. R/811/P-03/15/38/Spers tanggal 18 Nopember 1998 tentang usul pemberhentian dengan hormat dari dinas Keprajuritan ABRI, 
  • (2) Laporan Komnas Ham tentang adanya 3 macam pelaku penculikan aktivis, senada dengan pendapat Teguh Santosa yang kemudian ditambahkan bahwa Prabowo Subianto hanya menculik 9 dan sudah dikembalikan, 
  • (3) Surat dari Sekertaris Negara yang menyatakan bahwa kekurangan bukti terhadap dugaan Prabowo melanggar HAM membuat Prabowo Subianto pada akhirnya tidak berselah, 
  • (4) ketiadaan pengadilan ed hoc, menurut Teguh Santosa dan pengamat politik membuat kasus Prabowo Subianto selesai, 
  • (5) dalam wawancara Munir di Youtube yang menyatakan Prabowo hanyalah saksi dalam kasus penculikan aktivis, karena tradisi orede baru memang sudah sering melakukan penculikan, 
  • (6) kemudian dikuatkan dengan adanya rivalitas Prabowo dan Wiranto yang mengindikasikan bahwa laporan terkait Penyidikan TGPF kurang relevan karena adanya unsur kepentingan salah satu pihak untuk menyudutkan pihak lain.



Ditambahkan juga apabila kita menyimak pendapat Suryo Prabowo bahwa terdapat beberapa poin yang menurutnya kasus pelanggaran HAM sudah tidak relevan untuk di bicarakan: (1) pada April 1999 pengadilan Mahmilti II Jakarta menjatuhkan vonis kepada 11 anggota Tim Mawar atas tuduhan penangkapan dan penyelapan 9 aktivis, (2) Setelah bekerja selama hampir 1 tahun pemerintah menerbitkan surat tercatat dalam lembaran negara (dto. Mensekneg Prof Dr Muladi) yang menyatakan bahwa Prabowo tidak terkait sama sekali dalam kasus penculikan, penembakan mahasiswa Trisakti, dan kerusuhan Mei 1998. (3) Karena itu tidak bersalah  Prabowo kembali ke Indonesia atas permintaan Presiden Gus Dur. (4) Ketua TGPF Marzuki Darusman SH, Wakil Ketua TGPF K.H. Dr Said Aqil Siroj dan Prof Dr Muladi SH (Mensesneg) sampai sekarang tidak pernah menuduh Prabowo sebagai pelanggar HAM.

Oke, mari lanjut dengan isu Prabowo lainnya...

Visi misi Prabowo katanya tidak ada tentang pelanggaran HAM? Waduh ini orang gak punya TV kali dirumahnya hehehe sudah jelas dalam debat Capres-Cawapres berkenaan hukum. Yang didalamnya JK bertanya “sindiran” yang dibalas “keren” dan “terhormat” oleh Prabowo Subianto, masak harus ketik setiap kalimat yang dilontarkan Prabowo? Pegel tanganku, atau kalau mau liat aja di Youtub, pahami sekali lagi karena banyak orang yang menelan isu mentah-mentah dan lebih parahnya sombong setelah menganut argument orang lain (sebenarnya).

Kemudian orang bilang retorika Prabowo adalah retorika penjajah,lah piye? Orang oratornya semangat dianggap penjajah, tapi Ketua Partai yang mainin Capres gak dianggap penjajah, emang orang kalau udah kelabakan hampir kalah yang “kawas kitu” hahaha. Aku tidak mau terlalu dalam bahas sang dewi karena takut dikatakan kampanye kotor atau kampanye hitam, apalagi mengatakan “Retorikan contekan”.... upss lupa. Hehe lebiih baik aku fokuskan pada Prabowo Subianto.

Ini lagi, orang bicara Prabowo dikaitkan pembantaian 3 juta tahun 65, (Lah piye? Ngeritiknya aja udah salah, 3 juta wong 1 juta, kumaha euuy? Haha) buatku ini hanyalah alat menggulingkan Prabowo, menggiring rakyat dan orang awam kepada opini yang tidak memiliki benang merah sedikitpun. Kasus 1965, sejarah karangan siapa dulu yang kau pakai? Karena sebagai akademisi kita tahu beragama corak sejarah menceritakan tragedi 65 dan 98, kita tidak bisa sekonyong-konyong mengklaim karangan sejarah salah satu yang benar tanpa secara komperehensif melakukan perbandingan dan penelitian lebih dalam. Sejauh ini justru ini yang disebut “Black Campaign”. Kenapa ku bilang kampanye hitam? Karena pendapat mereka keluar dalam rangka menggulingkan Prabowo bukan mengusut kasus tersebut, bukankah SBY ikut terlibat dalam 27 Juli 1996? Dibawah Sutiyoso? Apakah beliau memerintah dengan corak rezim dan kediktatoran? Picik sekali orang yang menyambungkan kasus lama tanpa melihat banyak sisi.

Black Campaign lainnya dilakukan oleh tokoh yang saya idolakan juga, tak ingin saya sebut namanya. Dia juga kini semakin ngawur pandangannya, entah karena memiliki kepentingan pribadi atau apa, saya tidak mau beranggapan lebih jauh karena itu bukan bagian pembahasan saya. Pengikut dia menjadi sok tahu, dan terpengaruh dengan mengatakan “Prabowo hanya cari muka dengan retorika seperti Bung Karno, karena ayahnya Sumitro sudah jelas lawannya Sukarno.” Haha gua tertawa cikikikan denger mahasiswa politik dengan bangga mengatakan demikian hihi. Bukankah jelas Prabowo lebih menyukai nama Sumitro dibanding Djojohadikusumo? Dahulu kala Pamannya prabowo yaitu Subianto (yang kini nama subianto itu diabadikan menjadi nama belakang Prabowo) pernah mengajak Prabowo ke Istana yang saat itu dipimpin Soekarno, Prabowo kecil mulai mengikuti jejak sukarno dengan berlagak seperti sukarno dalam pidatonya, Prabowo kecil melihat pamannya berjuang untuk negara dan gugur di medan pertempuran, saat itu karena kedekatannya dengan pamannya maka Prabowo memakai nama Subianto. Itu artinya Prabowo bukan Sumitro, apakah Ibrahim = Aazar (pembuat berhala). Owalah...

Adalagi katanya penembakkan 2009 dan gagalnya koalisi dengan PPP di 2009 yang kronologis aslinya sih sederhana tapi biasalah “bad news is a good news” dan dilebih lebihkan, wong sekarang Gerindra sama PPP nyatu, kalau mislakan berkilah karena Suryadharma Ali ngapain voting banyak yang milih bergabung dengan Prabowo, Piye iki? haha Atau isu kudeta dahulu kepada habibie tapi sekarang malah deket dan justru siu kudeta itu Prabowo deket banget sama habibie dan bela habibie dari Adnan Buyung Nasution.

Ayah, ku pikir orang habis pikir untuk menjatuhkan Prabowo...

Ayah, Prabowo memiliki hutang perusahan 14 Triliyun menurut Winson Direktur Utama PT Kertas Nusantara (sebelumnya bernama PT Kiani) hutang tersebut sudah lunas tahun 2013, adapun masalah karyawan yang tidak digajih, lah kumaha? Orang Winson direktur dan Prabowo pemegang saham ko jadi nyalahin Prabowo? Aneh orang makin sini di kampanye tuh, sudah makin minggir mungkin gak adalagi kasus yang bisa dijadikan alat penghancur Prabowo.

Sudah mulai pegel nih hehe mungkin catatan kali ini aku sudahi saja sambil menunggu respon orang-orang, debat-debat dah hehe makin seneng aku hihi. Sebenarnya masih banyak yang ingin aku tulis tapi pegel juga hehe mungkin nextday, akan aku bahas kenapa milih Prabowo dan kenapa tidak memilih Jokowi. Bahkan Hatta dan Kalla mungkin nanti aku bahas sembari menunggu buka hehehe

Aku bukan Loyalis Prabowo, AKU INI LOYALIS dari PROSES PEMIKIRAN

Ayah, apakah kosakata Satire lebih tepat dari Archipelago saat menggambarkan Indonesia? entahlah ayah, di negeri yang dulu ayah bangun dengan setumpuk keyakinan dan segenggam harapan kini justru terapung di negeri awan dengan berjuta khayalan yang tidak mungkin dicapai. Ayah, tinggal 10 hari lagi Pemimpin Negara ini ditentukan. Bagaimana caraku memilih satu diantara mereka? Sedang dalam kampanye orang begitu sibuk menyublim kelebihan  dan menampakkannya di media, sedang kekurangannya menguap sampai tidak terperi.

Ayah awalnya aku menyukai Jokowi, sangat yakin ayah, sampai isu miring terhadap dirinya pasti kucoba untuk melawan. Tapi, sejak beberapa minggu setelah Pileg 2014 ku sadari bahwa pilihanku harus didasari dengan pemahaman yang mengeras menjadi keyakinan. Kuhabiskan berminggu-minggu membaca buku, berita, koran, mendownload artikel, video, bahkan bertanya kepada senior dan tokoh lainnya. Jauh sebelum kampanye Prabowo soal ekonomi Kerakyatan atau Jokowi perihal ekonomi berdikari, dan tentu sebelum Jokowi menegaskan Revolusi mental. Ayah, aku tidk habis pikir banyak dari teman-temanku yang sibuk dengan isu kampanye, apa mereka tidak dapat berpikir diruang hampa dan melintasi waktu?

Ayah, aku pilih Prabowo bukan karena dia sepertimu meski jauh di dalam diriku terdapat rasa cinta yang luar biasa terhadap sosokmu. Ayah, aku belum ingin bicara Prabowo tapi temanku ayah. Temanku yang mulai hilang idealisme dan semangat analisis, atau aku yang sok idealis menolak materi demi tergadainya integritas dan idealisme? ayah, apa salah aku mencoba untuk teguh pada pendirian dan menolak untuk digadai? Apakah salah aku mencontoh Nabi Muhammad yang tidak menggadai agama meski matahari ditangan kanan dan bulan ditangan kiri, kini bukan berarti ku bela Prabowo sampai mati tapi yang aku bela adalah proses dan hasil analisisku yang takkan ku gadai hanya karena materi atau apapun. Mahasiswa, oh mahasiswa, dulu hitam berkeringat dan lebam tapi kini bertengger di samping jalan dengan rokok menggantung dan tertawa mendapatkan hasil project.

Kau tahu kan ayah? Kalau anakmu ini senang berdebat dan membuat keonaran, semalam aku berdebat dengan temanku ayah, teman yang luar biasa dengan pemikiran barunya. Dalam perdebatan aku tidak pernah meminta siapapun untuk mengikuti pendapatku, aku hanya ingin menguji pemahamanku. Andaikan aku kalah berdebat tentang Prabowo, itu artinya aku sendiri tidak paham dengan prabowo atau memang aku salah memilih Prabowo. Itu yang aku cari ayah, bukan hanya untuk melakukan ritual demokratis di kampus atau sengaja berkontemplasi, justru sekedar menguji dan membuat keramaian di tengah busuknya otak yang tidak dipakai berpikir.

Betapa bersyukurnya aku kini, sejak dahulu IPM dan Muhammadiyah mengajari doktrin idealisme “hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah.” Dan kini ayah, aku ingin berjuang untuk negeriku, menghidupi Negeriku, sedang kalau ditanya darimana aku bisa hidup? Aku jawab kalau dari Tuhanku lah rizki diturunkan. Ayah, aku ingin membela pemikiran dan hasil ijtihadku, tentu tanpa imbalan. Kini ku buktikan dengan membela capres pilihanku Prabowo Subianto, dan setiap hari aku sibukkan membaca berita dan mengklarifikasi setiap isu negatif yang teman-temanku arahkan pda Prabowo, dan masih banyak hal yang aku lakukan untuk mengabdi pada Negara dan pada pemikiranku.


Aku tidak menjadi Loyalis Prabowo, AKU INI LOYALIS dari PROSES PEMIKIRAN yang kebetulan mengantarkanku untuk mendukung PRABOWO SUBIANTO.

Minggu, 08 Juni 2014

Ultahmu ayah, rentang 10 hari denganku

Untuk ayahku,,
Sang penakluk sejarah,
Setelah banyak orang berucap akan hari kelahiranku, ku pikir alangkah bersejarahnya 06-06.
Apakah di hari itu langit bergemuruh?
Atau malaikat bersorak akan kedatangan manusia luar biasa?
Ku yakin tak ada sejengkal tanah di bumi ini yang tidak berharap untuk di injak olehmu
Langkahku begitu gegap gempita
Dadamu tak pernah terlihat sempoyangan
Dan wajahmu selalu menantang dunia
Wahai ayahku, pemimpin bangsa...
Aku tidak bermaksud mendewakanmu
Atau tidak sedikitpun memeliharamu sebagai setiap hela nafasku
Aku hanya iri pada orang-orang yang hidup semasamu
Ingin ku dengar suara lantangmu,
Dan bayangkan betapa inginnya aku melihat tubuh legam khas Indonesiamu
Sampai ku psang beberapa wajahmu meski dengan alakadarnya
Ku tatap wajahmu sebelum tidur,
Bukan berharap memimpikanmu
Tapi karena melihat mata pemimpin besar butuh keberanian
Seperti halnya seorang kucing menatap singa,
Tapi jauh dalam diriku,
Aku percaya bahwa tatkala aku berani memandang sorot mata tiranimu
Maka itu artinya aku berani melangkah untuk merubah Dunia
Dan melanjutkan perjuanganmu

#Special6Juni #Menjelang16Juni

idealisme Mahasiswa bukan loyalis Partai

Pilpres makin panas, saya mulai bersyukur dapat kuliah di Jakarta karena secara jelas terekam di mata saya pepolitikan Indonesia.
setelah sebelumnya saya mendukung Jokowi sampai saya kesel sama twittnya triomacan2000 kini saya berada di pihak Prabowo yang mencoba merasionalkan segala macam Black Campaign terhadapnya.
sejenak aku berpikir betapa tidak konsistennya aku, yaah pasti.

tapi sejujurnya, saya mulai mengerti bagaimana seharusnya mahasiswa bersikap. ya tak apa berpindah, itu hak karena tidak ada kebenarn mutlak. saya akan mendukungmu sejauh saya bisa membelamu dengan rasionalitasku!! tapi sampai pada saat dimana kau tak bisa lagi ku bela, maka itu artinya aku salah memilihmu. begitulah bunyi opportunisku. yaah, ku pikir mahasiswa tidak ada salahnya seperti ini, karena ini konsekuensi pembelajaran dan keterbukaan pemikiran.
saya berharap suatu saat nanti dapat memahami masalah bangsa ini dan menentukan dimana tempat saya untuk kemudian memperjuangkannya.
sekarang harus ku akui, aku hanya dapat melihatnya dari luar, yah 2019 aku harus ada di dalam!! ini penting agar aku tidak jadi pendengar tapi jadi yang didengarkan!!

Dengarlah Ayah

ayah, kenapa setiap rabu malam selalu berisik?
mereka bilang mau mengatasnamakan negeri ini, tapi kenapa kami rasa tidak diwakili oleh mereka. apa sebenarnya mereka memperjuangkan hidup kami? atau hidup dan harta mereka?

ayah, apakah hal yang sama terjadi di zamanmu? bukankah dulu orang berdebat dengan jelas tidak opportunis seperti sekarang?

wahai ayah, ingin ku tutup telingaku tapi rasanya hati ini semakin menangis. ahhhh ayaah, (Founding Fathers)

Buta Politik

banyak orang yang bangga dengan kebutaan politiknya, banyak orang yang santai dengan kehidupannya tanpa tahu situasi politik, banyak juga orang yang cuek dengan perkembangan politik, tapi ...... giliran aspirasinya dibatasi, keinginannya dihadapakan birokrasi yang berbelit, suaranya tidak di dengar, biaya susah dan hidup jadi susuah karena pemimpin menjadi otoriter barulah dia menyumpahi pemimpin dan politik dengan sumpah serapah yang hina.
tidakkah dia tahu betapa culasnya hidup seperti itu?
tidak mau memperbaiki tapi1000 sumpah serapah keluar dari mulutnya, kesal pada pejabat, marah dan jijik.

kadang manusia tidak mengerti bagaimana cara menghormati manusia yang lain bahkan dirinya.

terimakasih untuk malam ini indonesiaku

dengarlah wahai ayahku (Soekarno-Hatta)

saya kira Indonesia menangis, tidak hanya tersedu sedu tapi meringis kesakitan, kiranya hati yang selama ini berharap akan sebuah perubahan malah kandas oleh pertarungan politik yang makin absurd,

Ayahku (pendiri negeri), di zamanku orang-orang memilih bukan mencari yang terbaik! bukan mencari siapa yang dapat merubah Indonesia, dan bukan pula mencari orang yang dapat memberi kesejahteraan pada rakyat.

tapi di zamanku orang memilih siapa yang tidak terlalu banyak korupsi? siapa yang tidak akan menindasku? siapa yang tidak membuat negeri ini rugi?

kau tahu perbedaannya apa ayah?
dizamanmu orang-orang mencari solusi untuk semakin maju, tapi di zamanku orang orang mencari solusi agar tidak semakin parah. perjuangan dizamanmu adalah untukmelangkah ke depan, tapi perjuangan dizamanku adalah untuk bertahan dari serang mematikan orang-orang biadab.

ayh, betapa bedanya orang-orang dizamanku, keadaan sudah tidak terkendali dan pemimpin tak bisa di percaya. ayah, 9 juli apa yang harus aku lakukan? bagaimana aku harus mencari pemimpin yang sedikit kelemahannya? sedangkan engkau dahulu memilih pemimpin yang memiliki banyak kelebihan? ini tidak sama ayah,

jangankan tukang beca dan pembantu rumah, kamipun mahasiswa sulit memilih pemimpin negeri ini. bahkan dosen kami pun mengeluh pesimis. ayah, apa tak ada jalan keluar untuk negeri ini dari kehancura? kami mahasiswa pun terbelenggu globalisasi dan modernisasi. shiit, betapa naas nasib bangsa ini, ditinggal mahasiswa dan akademisi yang memburu harta, ditinggal para pengusaha yang memburu kepentingan.

kalau satu nyawa bisa selamatkan satu negeri, maka ku izinkan nyawaku yang terlebih dahulu Tuhan panggil. aku cinta negeri ini bahkan jika harus melihat koruptor berjalan tersenyum dan berfoto dengan mahasiswa bagai artis, aku tetap mencintai Indonesia

Dibalik pujian yang mereka lontarkan

Ini cerita tentang gua, tentang bagaimana gua menutupi kekurangan diri gua, serta tentang keluarga gua yang luar biasa.

Semasa kehidupan gua dipesantren dan di dunia perkuliahan, banyak orang memuji kapasitas dan kemampuan gua, oh ya? Tentu saja ini fakta. Umumnya mereka mengatakan “Lo kok tau fi? Ko bisa sih?” atau kemudian mereka lanjutkan “Hebat lo fi, kereen” dan kosa kata lain yang mereka pilih.

Seperti pepatah yang selalu mengingatkan kita pada pentingnya proses, bukan hasil!! Sedari dulu sudah barang tentu gua adalah manusia dengan banyaknya kekurangan, dari mulai ingatan yang jelek tentang nama orang bahkan guru sendiri (biasanya kalau 1 tahun tidak ketemu, saya lupa),tanggal dan tahun sudah past!!i bahkan kenangan terindah dalam hidup gua sendiri sudah tidak lagi ingat kapan, IQ gua standar namun daya ingat gua jelek sekali apalgi bertemu dosen yang bikin tegang – pasti kalangkabut dah tuh sebelum jawab pertanyaan dia – soalnya lama banget kalau udah bicarain ingatan. hahaha

Dan satu lagi yang paling menonjol, apa itu? Kekurangan inilah yang selalu membuat gua ngiri, beberapa teman pergi keluar negeri dengan bangga, nah gua? Kemampuan bahasa asing yang sangat minim. Singkat cerita gua percaya ini adalah karma guru yang pernah gua kerjain dahulu.

Tapi ada satu hal yang selalu diajarkan kedua orang tua gua, satu kebiasaan yang kini kupaksakan agar hilang semua kekurangan gua. Pulang sekolah sore di saat orang lain berleha-leha maka gua baca beberapa tulisan yang satu hari itu gua buat,  diingatnya pembahasan dosen dan gua buat pertanyaan kritis dalam buku catatan. Malam hari sebelum tidur gua sempatkan 3 -4 jam untuk membaca dan merangkum materi esok serta beberapa wawasan global yang akan menambah isi otak. Subuh atau dikala orang tidur dan nyenyak di alam mimpi, disinilah waktu belajar paling tepat.

“A, kalau kamu mau dapat pengetahuan baru dan merasakan sensasi belajar yang sebenarnya maka bangunlah pagi hari. Waktu dimana para professor memikirkan hal yang baru.” Atep Sujana,My Father.

Dari sejak di pesantren kebiasaan ini gua terapkan, karena jujur gua merasa bodoh dan merasa serba kekurangan sehingga yang gua bisa lakukan hanyalah mencuri start dan belajar lebih dulu daripada teman-teman gua yang lain, artinya gua harus rajin dan pandai mengatur waktuku.

Sebuah anugrah Tuhan, gua punya orang tua yang amat luar biasa. Mereka mendukung gua, lewat doa dan nasehat yang tidak pernah putus, tapi perihal materil juga mereka selalu memberikan yang terbaik untuk gua.
Liburan kemarin sekitar 2 bulan lebih, gua menghabiskan 800 – 1 juta untuk membeli buku, yah hanya membeli buku untuk kemudian gua rangkum, bisa beli berapa sushi atau ramen tuh??haha. Tp siapa sangka? Keluarg gua bukan tipe kelas atas, kami orang sederhana namun BEDAnya kami selalu menghormati usaha, kerja keras, keinginan, dan tentu mimpi.

Satu hal yang kupegang, proses mengenali diri adalah proses mengenali hidup, dan secara lumrah merupakan proses menghadapi kehidupan kita tidak butuh motivator atau orang bijak sekalipun, yang kita butuhkan adalah mengenali setiap sisi kehidupan kita, entah itu kekurangan atau kelebihan maka pergunakanlah sebagaimana engkau menghargai wanita yang kau cintai.

Ceritanya mungkin cukup untuk hari ini, terimakasih banyak sudah menyimak. Catatan ini tidak mempunyai tendensi apapun, hanya untuk berbagi kepada kalian yang mempunyai kekosongan waktu, dan kalau ada manfaat itu lebih baik. Wassalam.

pada 12 maret saya telah memposting ini di https://www.facebook.com/notes/luthfi-hasanal-bolqiah/dibalik-pujian-yang-mereka-lontarkan/10152019874274366

Antara Depok - Ciputat, filosofi sebuah jarak

Hanya pada jarak ku titipkan rindu dan harapan, cobalah tanyakan pada setiap angka kilometer yang terlewati. Terik matahari terkadang menyurutkan semangat, debu dan aspal menarik diri untuk kembali pada kediaman dan menghentikan perjalanan.  Namun serpihan kenangan mulai terkikis habis, dan masa depan meminta kisah lain yang harus kami buat. Kisah dimana kami dapat hidup di dunia baru dengan penuh perpaduan warna yang tidak bisa di tebak siapapun.

Sesekali bisikan syeithan atas perpisahan mengusikku, kian hari usikkan itu semakin menjadi; berevolusi dan membayangi setiap langkah kaki yang penuh dengan emosi duniawi. Namun sesaat jiwa tuhan menyelipkan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, jernih dan suci.

Mari kita mulai ceritanya, tidak kurang dari 1 kali dalam sebulannya perjanan ciputat menuju depok pasti terjadi. Berangkat dari kerinduan untuk menggapai sebuah harapan baru; ciputat tidak lebih sebuah kota yang menyerupai makhluk besar nan menakutkan yang setiap saat bisa menerkam siapapun yang di temuinya, sedang depok penuh dengan kenyamanan di setiap sudut kehidupannya.

Ciputat seringkali memberikan tekanan besar, menuntutku berkembang dan berlari kencang untuk menggapai mimpiku, tidak boleh ada waktu kosong. Setiap saat yang harus ku lakukan adalah belajar- berpikir – bekerja, semuanya untuk masa depanku, serta beberapa adikku.

Depoklah yang kemudian menjadi persinggahanku, berdiam sejenak, menghembuskan beberapa nafas dan kemudian menghirupnya kembali – setidaknya cukup untuk membuatku semangat kembali – ibarat Handphone yang selalu membutuhkan Charger, maka begitulah semangat manusia yang memerlukan sedikit dorongan sebelum melanjutkan perjalanannya kembali.

Diantara kedua jarak itu, ada sebuah makna hidup yang seringkali aku pahami. Jalanan tol jagorawi seringkali mendorong ingatan masa laluku keluar sehingga membuatku sadar akan beberapa hal, termasuk prihal yang baru ku sadari ketika tadi siang aku pergi ke depok. Di dalam bis ku tuliskan beberapa paragraf yang cukup berguna buatku dalam note handphone.

Sejak kecil otak kananku menyimpan memori super hero yang dapat terbang dan menyelamatkan banyak orang, telingaku begitu peka dengan cerita pahlawan yang mendedikasikan dirinya untuk menolong banyak orang.

Sejak saat itu aku bermimpi menjadi mereka, mendedikasikan diri untuk orang yang ku cintai. Namun perjalanan sebenarnya tidaklah semudah memberi petuah kepada anak kecil, karena terkadang aku larut dalam pertentangan dilematis cinta dan kesenangan pribadi.

Aku sendiri sadar bahwa pahlawan tidak pernah ada – hanya utopis semata. Namun semangat dan gagasan mereka senantiasa mengakar pada prinsip hidupku.

Politik yang akhirnya ku pilih merupakan satu dari sekian menifestasi pahlawan yang ada, aku mulai memahami dan menyukainya. Politik sejatinya menunjukkan padaku sisi perjuangan dan pengorbanan seseorang untuk orang lain yang tidak pernah dikenalnya.

Orang berspekulasi ekstrim saat memandang politik; busuklah; kotorlah; bejadlah; dan lainnya. Tapi aku hanya ingin memperingatkan bahwa hanya orang bodohlah yang memandang dengan subjektif.

Politik tidak memberi sayap untuk terbang dan menyelamatkan orang, tidak juga memberi jaring-jaring untuk bergelantung; tak ada kekuatan super apapun. Tapi politik senantiasa memusatkan perhatian pada orang lain, membuat mereka tersenyum ikhlas, bergembira dan merasa nyaman di dekat kita.

Seperti halnya untukku, melihat orang tersenyum jauh lebih penting dari harta, jabatan atau apapun yang menguasai emosi manusia. Sebagian orang bakal mengatakan BULSHIT, tapi kukatakan bahwa kebahagiaan adalah segalanya; yang dapat mengobati setiap penyakit kehidupan.

bisa juga dilihat di https://www.facebook.com/notes/luthfi-hasanal-bolqiah/antara-depok-ciputat-filosofi-sebuah-jarak/10151727112644366

orang yang tidak mau memilih dianggap mati di mata tuhan, meski dia masih bernafas dan berkeliaran di jalan-jalan

karena sudah lama tidak mengurus blog, tapi bukan berarti tidak lagi produksi catatan, saya lebih senang di Facebook. seperti hanya catatan ini sudah saya posting agak jauh jauh hari. namun baru sekarang di tuangkan dalam blog. 

https://www.facebook.com/notes/luthfi-hasanal-bolqiah/orang-yang-tidak-mau-memilih-dianggap-mati-di-mata-tuhan-meski-dia-masih-bernafa/10151712773459366

Hari ini aku kembali menjamah rutinitasku yang selama ini ku tinggalkan; beberapa tugas seolah membatasi ruang kreatifitasku dalam menulis; sabarlahh... mahasiswa baruu. Haha

Kini saatnya aku menyusun setiap huruf dan kata yang berserakan dikampus dan pekarangan baja aspalnya. Kota baru yang aku jejali ini mulai merespon tindak-tandukku; sejak kemarin atmosfer perdebatan sudah mulai memenuhi waktu membacaku.

57 hari tepatnya aku berada disini, diruangan penuh dinding berlapis beton, kaca-kaca besar, serta jalanan aspal tanpa rumput hijau. Bukan tanpa cerita, aku menjalani hari-hariku sebagai mahasiswa baru jurusan ilmu politik dengan penuh ilusi. Sebaiknya ku wali dari mana semua ini? Dari semenjak orang tuaku meninggalkanku disini sendiri dan kemudian aku menangis? Atau Orientasi Mahasiswa yang membuat kepalaku stress? Atau dari mana sebaiknya aku bercerita?

Oh ya, kuceritakan apa yang perlu dunia catat tentang diriku saja. Seperti biasa, kisahnya akan saya buat fiksi namun kerap terjadi di lingkungan liberal ini.

Perlu pembaca ketahui kalau teman-teman kelasku tidak seperti yang dulu ku harapkan sejak bertekad untuk masuk kesini. Dulu ku pikir akan mendapatkan teman-teman yang kritis, suka berdiskusi dan menjadi lawan debatku dalam setiap forum-forum. Namun realita menjungkir balikkan segala pengharapanku selama ini, sialaaaaan.

Bayangkan sebuah kisah baru dalam hidupmu dan yakinlah. Pusatkan pikiranmu hanya pada saat-saat engkau memperoleh apa yang kau idamkan. Kekuatan ini akan membantumu meraih yang kau inginkan.

Begitulah pepatah para ahli bijak yang ku temukan semasa menjadi santri di garut dahulu, tapi nyatanya hal itu kini tidak berarti apa-apa buatku. Kecawa bukan main ketika tahu bahwa budaya diskusi di kampus ini mulai menghilang beberapa tahun terakhir, mungkin angkatanku yang paling paraah.

“mereka tidak mau berjalan? Kalau begitu biarlah mereka berdiam diri saja untuk waktu yang lama.”pikirku dalam hati mengomentari teman sekelasku yang tidak peka dengan keadaannya sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Politik. Akhir-akhir ini kita disikbukkan dengan banyaknya perdebatan senior tentang dunia islam terutama liberalisme dan fundamentalisme, atau qodariyat vs jabariyat.

Tapi perdebatan itu lebih baik daripada teman-temanku yang memilih kuliah pulang-kuliah pulang, apa mereka mau menghabiskan uang 3 juta dengan hanya duduk 5 jam di ruangan ber-AC dan kemudian pulang ke rumah? Apa ini yang namanya mahasiswa? Bukannya mau mengalahkan UI?

“orang yang tidak mau memilih dianggap mati di mata tuhan, meski dia masih bernafas dan berkeliaran di jalan-jalan.” Begitulah emosiku yang tidak bisa terluapkan sama sekali, kekesalan yang semakin hari menjadi-jadi. Ingin rasanya aku merubah keadaan, tapi siapakah aku?  selama aku disini (di kelas A jurusan Politik) mengapa aku tidak menemukan seorangpun yang mau membantuku mengusahakan kemajuan? Aku hanya seorang anak muda, sendirian pula. Apa pentingnya diriku?" Ujarku yang berusaha menghakimi diriku saat itu.

“Menurutmu apa pentingnya matahari yang bergerak sendirian di langit sana? Apa pentingnya gunung-gunung yang menjulang di tengah-tengah lembah sana? Apa pentingnya kehadiran pos satpam yang 12 jam dilalui ratusan kendaran para mahasiswa? Tapi justru merekalah yang menyeimbangkan siklus kehidupan ini, satu dari mereka tidak ada maka kau tidak akan berada disini” suara itu jelas ku dengar, sore itu di ruangan teman-temanku sudah pulang semuanya; tentu aku tidak tahu dari mana asal suara itu.

Tanpa diduga suara itu muncul lagi, kali ini aku yakin hatiku sedang menasehati diriku “kalau aku menyempatkan diri memikirkan alasanny, pada akhirnya aku akan merasa tak sanggup mewujudkan apa yang aku inginkan.”

Hari itu akhirnya ku yakinkan diriku untuk melakukan perubahan, bismillah. Hingga akhirnya hari esok tiba, setelah
pelajaran pertama selesai seseorang di sudut sana tidak ikut keluar dan pergi ke kantin, tumben bangett.  Ku coba untuk menegurnya, ada apa bro? (mencoba untuk mencairkan suasana).

“Tidak apa, aku hanya tidak mempunyai pekerjaan.” Sahut temanku yang berinisial R itu.

“Kalau begitu beejarlah pada sesuatu. Pada saat ini, banyak orang berhenti menjalani kehidupan. Mereka tidak marah, juga tidak berseru-seru memprotes; mereka sekedar menunggu waktu berlalu. Mereka tidak menerima tantangan-tantangan kehidupan, jadi kehidupanpun berhenti memberikan tantangan pada mereka. Kau juga mengambil resiko yang sama; tunjukan reaksi, hadapi hidup,tapi jangan pernah berhenti hidup.” Kataku so bijak dihadapannya.

“Akhir-akhir ini kita disibukkan dengan diskusi liberal dan fundamentalis, kakak kelas seolah keren di mata mahasiswa baru ketika memperdebatkan itu. Tapi aku tanya Untuk apa kita belajar politik? Jika orang orang dikampus memperdebatkan masalah islam?” tanya dia, sepertinya aku tidak sendiri. Tuhan memberikan orang yang nantinya dapat menemaniku merubah kelas ini, setidaknya ada harapan setelah kemarin kegelapan menghantuiku.

“Aku mengerti, inilah yang kemarin ku pikirkan. Ada beberapa potong rel yang puutus dan kereta akhirnya keluar dari relnya, seperti itulah pembelajaran hari ini. Seharusnya kita fokus untuk merubah bangsa ini! Mempelajari politik untuk kemajuan bangsa ini. Cukuplah islam didiskusikan diluar kampus.” Jawabku yang sejak tadi setuju dengan dia.

“Tapi aku juga merasa minder mempelajari politik, korupsi merajalela dan koruptor semakin banyak. Adakah cara untuk menyembuhkan negeri ini? Aku yakin tidak ada.” Rasa pesimis itu percis seperti yang dikemukakan Wina di beberapa smsnya.

Aku diam tanpa suara, sekarang aku belum bisa menjawabnya. Setumpuk teori ada di kepalaku namun belum ku pikirkan bagaimana jalan keluar bangsa ini, aku bisa mengatakan “Ini hanya permasalahan orangnya saja, suatu saat kita tidak boleh seperti itu.” Tapi kupikir kembali kalau dia tidak akan puas dengan jawaban sederhana itu.

“Kenapa tuhan membuat negeri kita seperti ini? Bukankah ulama masih banyak? Apa yang salah dari Indonesia sehingga dia memberikan azab yang tidak ada solusinya?” pertanyaannya semakin banyak,membuatku sulit untuk menjawa mana dulu yang di prioritaskan.

“Terakhir tolong jawab pertanyaanku, kenapa kau berjuang untuk bangsa ini? Apa yang dia berikan padamu? Bukankan negara sudah dipenuhi pengusaha-pengusaha yang rakus? Bukankah mereka tidak akan menilaimu kecuali dari hartamu? Apa yang kau bela? Sudah tidak adalagi cara kawan.” Pertanyaannya semakin mengarah dekat dijantungku, tanpa ada jawaban kemudian dia meninggalkanku dan sekarang keadaannya terbalik, aku merenungkan beberapa pertanyaannya. Sialaaan, dia malah membuatku pesimis.

Akhirnya pada hari berikutnya aku jawab serinci mungkin, karena dikala malam tuhan selalu mengajariku banyak hal bahkan menunjukan padaku apa yang seharusnya ku katakan dan ku ucapkan. perhatikan ini.....

Kenapa ada korupsi?
Tuhan pasti sudah berusaha menggunakan cara-cara lain, tapi ternyata kita tidak mau mendengar. Kita sudah terlalu terbiasa dengan hidup kita, dan tidak mau lagi membaca sabda-sabdanya. Maka korupsi adalah salah satu cara membuat kita berada di posisi sama yaitu korban.
Dimanakah dia menuliskan sabda-sabdanya?Di dunia sekitar kita, kalau engkau memperhatikan apa-apa yang terjadi didalam hidupmu, setiap hari akan kau temukan dimana dia menyembunyikan sabda-sabdanya dan kehendaknya. Cobalah melakukan perintahnya; untuk itulah engkau diberikan kehidupan di dunia ini.
Aku tidak ingin membicarakan perbedaan-perbedaan kita, aku lebih tertarik pada kesamaan kita. Tragedi ini telah menyatukan kita dalam satu rasa; putus asa.
Kalian dan aku sama-sama rakyat biasa, tapi kalian juga bisa bertindak sebagai penjuang. dan pejuang selalu tahu apa yang layak diperjuangkan. Dia tidak akan maju perang demi hal-hal yang bukan urusannya, dan dia tidak membuang waktu untuk provokasi-provokasi.
Pejuang juga bisa menerima kekalahan. Dia tidak menganggap enteng kekalahan,  juga tidak berusaha mengubahnya menjadi kemenangan. Dia menelan kepahitan akibat kekalahan; dia menderita melihat sikap masa bodoh dan putus asa karena kesepian. Namun setelah semua itu berlalu, dia akan bangkit kembali dan memulai segalanya dari awal.
Pejuang tahu bahwa pejuang terdiri atas banyak pertempuran; dan dia akan terus maju.
Kau tanya kenapa aku membela negri yang pincang dan pemerintah yang busuk ini, aku jawab,
Aku mesti menunjukan kepada kalian, semua temanku, orang tuaku, guru dan juga para penguasa  yang ada disana bahwa ada alasan untukku mempertahankan bangsa ini. Bukan demi mempertahankan sebuah nama kampus, jalanan macet, ataupun istana presiden yang sudah dibangun mewah. Aku  mesti menghadapi koruptor karena aku mesti memberi teladan bagi semua orang yang akan ikut berjuang bersamaku serta keturunanku yang akan ikut memperjuangkan masa depan bangsa ini jika aku harus meninggal sebelum kemenangan tiba. 

Aku melakukannya untuk menunjukan pada kalian teman-temanku, bahwa masih ada masa depan. Dan kita akan melakukannya untuk menunjukan pada rakyat indonesia bahwa masa lalu sudah lewat.