Minggu, 08 Juni 2014

dengarlah wahai ayahku (Soekarno-Hatta)

saya kira Indonesia menangis, tidak hanya tersedu sedu tapi meringis kesakitan, kiranya hati yang selama ini berharap akan sebuah perubahan malah kandas oleh pertarungan politik yang makin absurd,

Ayahku (pendiri negeri), di zamanku orang-orang memilih bukan mencari yang terbaik! bukan mencari siapa yang dapat merubah Indonesia, dan bukan pula mencari orang yang dapat memberi kesejahteraan pada rakyat.

tapi di zamanku orang memilih siapa yang tidak terlalu banyak korupsi? siapa yang tidak akan menindasku? siapa yang tidak membuat negeri ini rugi?

kau tahu perbedaannya apa ayah?
dizamanmu orang-orang mencari solusi untuk semakin maju, tapi di zamanku orang orang mencari solusi agar tidak semakin parah. perjuangan dizamanmu adalah untukmelangkah ke depan, tapi perjuangan dizamanku adalah untuk bertahan dari serang mematikan orang-orang biadab.

ayh, betapa bedanya orang-orang dizamanku, keadaan sudah tidak terkendali dan pemimpin tak bisa di percaya. ayah, 9 juli apa yang harus aku lakukan? bagaimana aku harus mencari pemimpin yang sedikit kelemahannya? sedangkan engkau dahulu memilih pemimpin yang memiliki banyak kelebihan? ini tidak sama ayah,

jangankan tukang beca dan pembantu rumah, kamipun mahasiswa sulit memilih pemimpin negeri ini. bahkan dosen kami pun mengeluh pesimis. ayah, apa tak ada jalan keluar untuk negeri ini dari kehancura? kami mahasiswa pun terbelenggu globalisasi dan modernisasi. shiit, betapa naas nasib bangsa ini, ditinggal mahasiswa dan akademisi yang memburu harta, ditinggal para pengusaha yang memburu kepentingan.

kalau satu nyawa bisa selamatkan satu negeri, maka ku izinkan nyawaku yang terlebih dahulu Tuhan panggil. aku cinta negeri ini bahkan jika harus melihat koruptor berjalan tersenyum dan berfoto dengan mahasiswa bagai artis, aku tetap mencintai Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Please Comment!!