Ini ceritaku,
orang yang sholeh dan pintar. Semua di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut
ini mengenaliku bukan hanya budi pekerti yang sopan melainkan wajahku yang
cukup memukau banyak orang terutama wanita. Hidupku sangat nyaman sehingga
beragam pujian pernah aku dapatkan dari setiap orang yang menetap di Pesantren.
Pesantren
yang aku tinggali ini sangat megah untuk kota sekelas Garut, dan aku didalamnya
dengan posisi diagungkan dan dihormati. Tapi sayangnya,
kebanggaanku itu mulai hilang dan melenyap setelah aku menemukan catatn pribadi
milik Philein. Seorang santri yang dikeluarkan 2 bulan yang lalu namun
mengyisakan misteri yang masih bertaburan. Berawal dari rasa penasaranku untuk
mengenalinya tapi akhirnya aku merasakan sebuah daya magis yang luar biasa, aku
seolah berdialog dengan buku catatan Philein. Buku itu mengajariku banyak hal
bahkan semakin merubah kebiasaanku yang awalnya adalh penurut kini mulai kritis
dan mempertanyakan banyak hal termasuk rutinitas Darul Arqam yang tanpa makna.
Aku yang awalnya
terlelap dalam berbagai pujian dan prestasi gemilang kini mulai sadar bahwa
sebenarnya keadaan Darul Arqam sangat parah, tradisi dan budaya keislaman yang
mengikis karena pengaruh globalisasi sudah memasuki pesantren juga prilaku
orang kafir yang mengakar dalam pergaulan para santri. Saat dimana perkataan
sudah tidak dijaga dan perilaku semakin bebas membuat semuanya hancur. Disamping
itu Aparatur Pesantren pun mengalami berbagai komflik Internal, saling berdebat
bahkan menjelekkan satu sama lain. Entahlah harus disebut ustadz dari segi mana
lagi.
Perubahanku yang cukup
signifikan itu tidak berjalan seperti air mengalir melainkan menuai kontroversi
seperti halnya Philein ketika berada di Pesantren ini, dialah orang yang selalu
banyak diperbincangkan karena prilakunya membuat onar dikelas, mendebat
guru-gur dan mengkritik temannya bahkan para Guru juga Pimpinan sekalipun. Itulah
yang membuat dia dikeluarkan dari Pesantren ini, artikel dan catatannya sangat
keras jika mengkritik orang lain membuat amarah semakin memuncak. Dan aku yang
dahulu menyebutnya sesat kini malah mengikutinya dan pada akhirnya aku
merasakan hal yang sama yaitu kontroversial dan dianggap sesat oleh
teman-temanku.
Aku masih tidak
memperdulikannya dan masih bergelut dengan catatan-catatan juga riwayat Philein
yang semakin membuatku sadar bahwa keadaan Darul Arqam sangat kacau sekali
bahkan umat islampun mengalami hal yang serupa.
Akhirnya aku
memberanikan diri untuk mencari fakta yang sebenarnya terjadi, mengkritisinya
juga mencari benang mereah disetiap peristiwa yang dialami. Rutinitasku berubah
total, aku bukan lagi penurut melainkan mendebat beberapa guru yang tidak
sesuai dengan pandanganku.
Aku tahu resiko apa
yang aku lakukan, dan hal itu mulai terjadi setelah aku dipanggil ke kantor
Pimpinan. Disana para guru sudah bersiap untuk menasehatiku namun aku masih
memegang prinsipku, dalam bayanganku Philein pasti pernah mengalami hal yang
sama dan aku harus siap untuk di keluarkan sekalipun.
Kini permasalahan
semakin runyam setelah 80% penghuni Komplek Pesantren mencerca dan menghinaku,
sepertinya nasibku akan berbeda dengan Philein. Aku akan mati busuk didalam
Penjara Suci ini.
Hidup terasing membuat
berita kegaduhan ini sampai pada beberapa Alumni Pesantren yang sudah memulai
hidup barunya juga beberapa warga Muhammadiyah yang lainnya. Dan ternyata Tuhan
masih menyayangiku, mereka semua berada di pihakku dengan pendapat yang sama
bahwa Darul Arqam perlu berbenah diri di era globalisasi ini.
Namun sayanganya itu
hanya membuat keadaan semakin kisruh sehingga terjadi dua kubu yang sama
kuatnya, rutinitasku sangat kacau kali ini. beberapa Alumni berusaha
menghubungiku namun pihak Aparatur Pondok malah mencoba menghalanginya. Aku mulai
tak berdaya sedangkan peperangan sedang dimulai, warga Garut tidak menutup
telinga justru mereka mendengarnya dan menjadikan berita ini topik utama dalam
setiap pertemuan mereka.
Warga Garut malah
beranggapan lebih parah lagi dengan mengatakan bahwa Pesantren Darul Arqam
mencoreng pendidikan Kota Garut dan menyebutnya Lembaga Kotor. Setalah itu
keadaan diluar kendali, santri-santri mulai ditarik keluar oleh orang tuanya
masing-masing, kemudian tidak ada lagi yang mendaftar untuk menjadi santri
baru. Beberapa sponsor menghentikan kontrak bantuannya sehingga perekonomian
lembaga menurun drastis. Kebangkrutan mulai melanda dan para ustadz panik
sehingga bebapa dari mereka meminta berhenti dari kerjaannya.
Darul Arqam semakin
tidak berpenghuni, Philein tiba-tiba berada di pintu asrama dan mengajakku
keluar. Kami berjalan bersama satu hari penuh, menceritakan banyak hal tentang
teori yang dikekumakakannya juga perjalanan hidupnya selama ini. Akhirnya sore
tiba dan aku pulang kembali ke Darul Arqam, Philein memintaku merahasiakan
pertemuan kami dan satu hal lagi yang membuatku aneh saat Philein menyuruhku
untuk menguatkan mentalku dan berani menghadapi kenyataan yang akan dilihatnya
setelah pulang ke Pesantren.
Ternyata Philein benar,
dan ini diluar dugaanku. Pesantren Darul Arqam Garut sudah tiada melainkan
tanah luas yang rata oleh tanah, mungkin hanya tersisa puing-puing hitam dan
debu yang menyesakkan hidung akibat kebakaran besar yang terjadi seharian ini.
Aku tersungkur didepan
gerbang yang dahulu megah dan dipuja selama 30 tahun ini. aku menangis karena
aku tidak bisa melakukan apapun, seharusnya aku tahu ini dari awal dan
mengingatkan banyak orang tentang kehancuran yang akan terjadi ini atau
sebelaiknya aku malah seharusnya menutup diri dan seolah tidak mengenal
Philein.
Philein berada di
sampingku ternyata, berdiri tegak menatap kenyataan yang tidak pernah terduga. Beberapa
dari alumni juga berada di dekat Philein mereka mengangkat pundakku untuk
berdiri, Philein mengatakan beberapa hal yang membuatku merasa nyaman mesikupn
ada yang menyesakkan dada. Ini akhir yang menyedihkan, tapi awal dari kebangkitan
Islam karena terkadang harus ada sesuatu yang nampak untuk mengajari banyak
orang dan membuat hati mereka tergugah bahwa ada sesuatu yang tidak beres
disekitar kita.
0 komentar:
Posting Komentar
Please Comment!!